A.
Pengertian Berpikir Induktif
Berpikir induktif adalah metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum
yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Jalan
induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu
bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung
semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada
semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain
yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Buat
contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang
sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya
Archimedes, pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa
sebab badan yang masuk barang yang cair itu, jadi enteng kekurangan berat?
Ketika mandi, maka jawab persoalan tadi tiba-tiba tercantum di matanya dan
kegiatan yang memasuki jiwanya menyebabkan dia lupa akan adat istiadat negara
dan bangsanya. Dengan melupakan pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya
dengan bersorak-sorakkan “heureuka” saya dapati, saya dapati, adalah satu
contoh lagi dari kuatnya nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus “ingin” tahu
itu. Archimedes menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri, yang
jadi benda yang dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara berpikir,
yang biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan satu undang yang
setiap pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah di seluruh
pelosok dunia sekarang.
Menurut
undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang
cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang
dipindahkan oleh benda itu.Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air
umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan Achimedes b gram,
maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan
contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan
yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan
undang. Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair
mestinya kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh
benda itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu
akan jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan,
manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu. (Madilog. hal
100-101 Tan Malaka, Pusat Data Indikator).
B.
Macam-macam Penalaran Induktif
1.
Generalisasi
Generalisasi
adalah penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara umum
berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan
harus cukup dan dapat mewakili.
Contoh :
Generalisasi juga di sebut induksi tidak sempurna ( lengkap ). Guna menghindari generalisasi yang terburu – buru, Aristoteles berpendapat bahwa bentuk induksi semacam ini harus di dasarkan pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan, tapi semacam ini jarang di capai. Jadi kita harus mencari jalan yang lebih prakis guna membuat generalisasi yang sah.
Contoh :
Generalisasi juga di sebut induksi tidak sempurna ( lengkap ). Guna menghindari generalisasi yang terburu – buru, Aristoteles berpendapat bahwa bentuk induksi semacam ini harus di dasarkan pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan, tapi semacam ini jarang di capai. Jadi kita harus mencari jalan yang lebih prakis guna membuat generalisasi yang sah.
Tiga
cara pengujian untuk menentukan generalisasi:
a. Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).
b. Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c. Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
a. Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).
b. Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c. Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
2.
Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban
sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila
semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam
upaya pembuktian
hipotesis, peneliti
dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala.
Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan
langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga)
berdasarkan pengalamannya
bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila
ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar.
Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun
hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo
= di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan,
kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah
ilmiah
yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang
mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam
penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis,
tidak ada perbedaan makna
di dalamnya.
Ketika berfikir untuk sehari-hari,
orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan
sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan
bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses
terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian,
salah satu di antaranya, yaitu penelitian
sosial.
Proses
pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran,
yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan
hipotesis ilmiah,
yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
3.
Analogi
Pemikiran
ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khususnya lainnya,
dan menyimpulkan bahwa apa yang benar pada yang satu juga akan benar pada yang
lain.
Contoh ;
Contoh ;
Sartono
sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang – barang yang tidak biasa dengan istilah – istilah yang di kenal ide – ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan dengan hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berfikir yang di dasarkan pada persamaan yang nyata dan terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari yang penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam beberapa karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan perbandingan untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang – barang yang tidak biasa dengan istilah – istilah yang di kenal ide – ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan dengan hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berfikir yang di dasarkan pada persamaan yang nyata dan terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari yang penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam beberapa karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan perbandingan untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
4.
Hubungan Kasual
Berupa
sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke
akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai
adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
1. Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
2. Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
3. Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
1. Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
2. Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
3. Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
Diposting Oleh : Niken Octa Sylviana
NPM : 14210980
Kelas : 3EA11
0 komentar:
Posting Komentar